16 September 2009

Beberapa Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan

Beberapa Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan:

  1. “Berpuasalah, kalian akan sehat.”
    Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi.
    Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi (Takhrijul Ihya: 3/108), juga Al Albani (Silsilah Adh Dha’ifah: 253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini palsu (Maudhu’at Ash Shaghani: 51).
    Keterangan: Jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, maka makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
  2. “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
    Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi (Syu’abul Iman: 3/1437).
    Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam (Takhrijul Ihya: 1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini (Silsilah Adh Dha’ifah: 4696).

    Terdapat juga riwayat yang lain:
    “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
    Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani (Silsilah Adh Dhaifah: 653).

    Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
    Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
  3. “Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
    Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili (Amaliyyah: 293), Ibnu ‘Adi (Al Kamil Fid Dhu’afa: 6/512), Al Mundziri (Targhib Wat Tarhib: 2/115).
    Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri (At Targhib Wat Tarhib: 2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi (Sifatu Shaumin Nabiy: 110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam (Al ‘Ilal: 2/50) juga Al Albani dalam (Silsilah Adh Dhaifah: 871) bahwa hadits ini Munkar.

    Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini adalah:
    "Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)

    Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja.
    Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.
  4. “Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
    Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Ibnul Mulaqqin
    Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah: 4/341 : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam (Nailul Authar: 4/301), juga oleh Al Albani (Dhaif Al Jami’: 4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.

    Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
    اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

    “Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
    Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”

    Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:
    “Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

    ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

    "Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah”
    Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (Hidayatur Ruwah: 2/232) juga oleh Al Albani (Shahih Sunan Abi Daud).

11 September 2009

Pemberitahuan Sebelum Mati

Diceritakan bahwa Daud as. pernah memohon kepada Allah agar bila telah dekat saat ajalnya, ia diberi tahu dengan mengirimkan utusanNya telebih dahulu.

Maka, ketika malaikat maut datang kepadanya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Daud bertanya, "Bukankah aku sudah memohon agar sebelum benar-benar datang saat kematianku, aku diberi tahu terlebih dahulu?"

Allah menjawab, "Aku sudah melakukannya."

...

Bukankah hitam rambutmu sudah menjadi putih?

Bukankah tegak tubuhmu sudah menjadi bungkuk?

Bukankah kencang kulitmu sudah menjadi keriput?

Bukankah kuat tenagamu sudah menjadi hilang?

Bukankah tajam penglihatan dan pendengaranmu sudah menjadi kabur?

Bukankah kuat ingatanmu sudah melemah?

Bukankah berdirimu sudah gemetaran?

...

Itulah para utusan-KU.